Jumat, 31 Januari 2025

Bolehkah Menggugurkan Janin Yang Sudah Diketahui Pasti Cacat? .

 

Berikut keputusan Majelis Ulama Besar No. 140 tentang permasalahan pengguguran kandungan /aborsi:


1. Tidak boleh menggugurkan kandungan dalam berbagai usia, kecuali ada sebab (alasan) syar’i yang dibenarkan dan dengan ketentuan yang sangat ketat sekali.


2. Apabila usia kandungan berada di masa pertama yaitu 40 hari, sedangkan pengguguran adalah maslahah syar’iyyah atau untuk mencegah bahaya, maka diperbolehkan menggugurkannya. Namun pengguguran pada masa sekarang karena (alasan) takut akan kesulitan dalam mendidik anak, atau takut akan kelemahan (kekurangan) dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mengasuhnya, atau karena berkaitan dengan masa depan mereka, atau karena tidak ada kesanggupan bagi suami istri untuk mencukupi kebutuhan hidup anak-anaknya, maka hal-hal tersebut tidak diperbolehkan.


3. Tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan, walaupun kandungan itu baru berbentuk ‘alaqah (segumpal darah) atau mudghah (segumpal daging), sampai diputuskan oleh tim dokter yang dipercaya bahwa kelanjutannya akan membahayakan, seperti bila diteruskan mengakibatkan kematian bagi sang ibu, maka boleh menggugurkan kandungan, itu pun setelah mencari berbagai cara untuk menghindari bahaya tersebut.


4. Setelah masa ketiga dan telah sempurna 4 bulan usia kandungan (ditiupkan tuh), tidak diperbolehkan penggugurannya sampai diputuskan oleh tim dokter spesialis yang dipercaya, bahwa adanya janin di dalam perut ibunya (akan) menyebabkan kematian (ibu)-nya dan hal itu setelah berupaya mencari berbagai cara untuk menyelamatkan hidupnya. Maka keringanan dalam mendahulukan pengguguran dengan syarat-syarat ini adalah mencegah yang lebih besar dari dua bahaya dan menghimpun yang lebih besar dari dua maslahat.


Sumber: http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?View=Page&PageID=272&PageNo=1&BookID=16


📗Baca selengkapnya:

https://muslimafiyah.com/bolehkah-menggugurkan-janin-yang-cacat.html#_ftn3


✍️ dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK

Rabu, 08 Januari 2025

Haid,Menstruasi (hukum Islam)


Ustadz... ada seorang fulanah, selesai haid di hari ke-4 atau hari ke-5, setelahnya tersisa flek-flek coklat.

Apakah flek coklat tersebut masih bisa dikategorikan sebagai darah haid? 

Dan apakah sudah diwajibkan untuk sholat? 

Syukran jazaakallaahu khayran

*JAWABAN :*

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

1⃣ Para ulama menyatakan bahwa waktu minimum untuk haidh adalah 1 hari. Adapun waktu maximumnya, ulama berbeda pendapat.

✔️Jumhur ulama dari kalangan Syafi'iyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat maximal 15 hari.

✔️ Hanafiyah berpendapat maximal 10 hari.

✔️ Zhahiriyah berpendapat 17 hari.

Yang rajih adalah pendapat jumhur, wallahu a'lam.

2⃣ Seorang wanita yang mengalami haidh di luar kebiasaannya, maka ada bbrp perincian :

▪ Jika keluarnya haidh bersambung atau tidak terputus, memiliki sifat yang sama dengan darah haidh (warna, kekeruhan, bau dan lain-lain), maka waktu maximalnya adalah 15 hari. 

Selebihnya dianggap istihadhoh (darah penyakit). 

▪Seorang wanita yang mengalami haidh terputus2, tidak banyak keluar darahnya. Maka yang melewati masa kebiasaan haidnya dianggap sebagai istihadhah.


*KESIMPULAN :*


Apabila yang keluar itu flek darah dan di luar dari waktu kebiasannya, tidak memiliki sifat yang sama dengan darah kebiasannya, yaitu tidak berwarna dengan warna yang sama dengan darah haid, maka tidak dianggap haidh.

Namun, jika yang keluar itu adalah darah yang bersambung dengan haidh dan memiliki sifat yang sama dengan haidh, maka hendaknya dia menunggu sampai darahnya berhenti selama 15 hari. 

Setelah hari ke-15 masih keluar, maka dianggap istihadhoh.


Wallahu a'lam


Pertanyaan dijawab oleh :

Ustadz Abu Salma

Muhammad حفظه الله تعالى


•═════◦•◉✿◉•◦═════•


🔗 Silahkan disebarluaskan untuk menambah manfaat, dengan tetap menyertakan sumber. 


👥 *WAG Al-Wasathiyah Wal-I'tidāl*

✉ Telegram:  https://t.me/alwasathiyah